#Teknologi
Adigium bahwa bisnis pada lapangan media adalah bisnis masa depan, sempat ramai 3 dasa warsa lalu, tahun 1990-an. Hal itu sejalan dengan kesadaran komunitas masyarakat yang semakin menanggapi secara positif terhadap dinamika informasi.
Di lain pihak, pemerintah pun sudah membuka lahan “daerah kebebasan pers” di negeri ini. Konsekuensi dari praktek pers bebas adalah terjadinya perubahan tanggung-jawab, yang semula cenderung ada pada sikap pemerintah, sekarang beralih kepada masyarakat umum.
Menyoal urgensi komunikasi dan informasi bagi kehidupan manusia, sekarang ini bukan hal aneh. Kita sudah-akan memasuki persiapan babak hoverboard, Virtual Reality (VR), artificial intelligence, teknologi 5G, dll. Tentu saja, sejak lama, para ahli menerawangkan bahwa “makhluk” itu menjadi kebutuhan utama pada saatnya nanti. Alvin Toffler, futurolog terkenal, menyebutnya bahwa era informasi adalah tahapan terbaru, sebagai peradaban ketiga. Yakni, masa yang akan menyudahi peradaban gelombang kedua, era industri, menuju kehidupan yang dikuasai oleh kekuatan informatika.
Belakangan ini tidak lagi pada ranah wacana, tapi sudah masuk kebutuhan dan konsumsi sehari-hari. Bagaimana kita disibukan dan dipaksa untuk ketergantungan pada dunia informasi, sejak bangun dari tidur hingga tidur kembali.
Namun demikian, tidak semua manusia di bumi ini menjadikan informasi menjadi segalanya. Ada yang hanya alakadarnya. Bahkan ada yang belum mengikutinya. Tetapi keperluan untuk membangun format media, yang kalau bisa memiliki keabadian terus menerus dalam kehidupan, tentu sedang dipikirkan dan dikembangkan berbagai pihak.
Sebagai sebuah kebutuhan yang teramat penting, yang akan mempengaruhi seluruh aspek dan dimensi kehidupan manusia, tidak bisa tidak penguasaan dan pemanfaatan informasi yang benar menjadi sebuah keharusan tersendiri bagi penghuni planet bumi. Karenanya, amat menuntut kesadaran penuh untuk penguasaan informasi tersebut, di samping memiliki filter normatif untuk menerima informasi yang ia terima.
Kesadaran dan filterisasi terhadap (konten) teknologi informatika, kendati masih terjadi perbedaan antara satu pihak dengan pihak lainnya, perlu juga diabadikan dalam komitmen komunitas.
Di negara kita, para tokoh moralis merekomendasikan kepada masyarakat untuk menghindari dari kecenderungan untuk ber-internet ria, dengan pensikapan yang ketat, sebagai sebuah pensikapan kecurigaan. Seperti menghindari hoax, misalnya.
Sementara, komitmen komunitas yang dimaksud adalah bagaimana kita membangun saling percaya antara anggota kelompok internal untuk menampilkan performa institusi dalam rangka membangun kesan dan opini publik yang baik. Sebaliknya menghilangkan kecurigaan berlebihan. Dengan bukti bahwa konten itu real dan dapat dipertanggungjawabkan.
Tapi secara menyeluruh dalam terma dunia yang lebih nyata, dan dalam institusi yang lebih realistis, makna sebuah informasi sudah pasti adanya kepentingan. Namun manajemen untuk optimalisasi terkadang barang yang sulit ditemukan. Acapkali kita hanya menjadi objek penderita dari rebakan informasi yang terus bergulir. Untuk itu, perlunya kesadaran kolektivitas untuk mensikapi hal ini sebagai kemestian. Setidaknya, kita mau turut mengendalikan gerak informatika, agar tidak lagi menjadi korban ketergilasan. Singkatnya, perlu menjadi kusir pengendali laju opini.
Pengusungan sikap terhadap informasi, melalui media (umum) sosial itu, diharapkan memiliki fitur-fitur yang etis, akurat, terpercaya dan berkarakter. Pengalaman yang sudah dilakukan adanya media (warta, media informasi, majalah dan website), dikaji dengan pertimbangan kekurangan dan kelebihannya masing-masing.
Bentuk real untuk menjadikan media sebagai jembatan antara publik dengan kreator konten melalui penerbitan sebuah media (broadcast, media cetak, media sosial, dan lain-lain), selain lebih populis juga membawa manfaat dan maslahat.
Sebagai target antara, setelah menyadari potensi komunitas perseorangan dan kelembagaan, lembaga publik harus mampu membangun media yang lebih khas, spesifik, populis dan bertanggung jawab. Selebihnya mandiri dari sisi bisnis.
Tinggal masalahnya siapa pelaku itu? Kalau tidak setiap diri kita, siapa lagi?**
Berkah bagi kita semua #ReganaPOIN #Teknologi #MansurAsyarie