Kamis, 22 Juli 2021

Menyegarkan Ingatan, Perkiraan Teknologi Masa Depan

#Teknologi


Adigium bahwa bisnis pada lapangan media ‎adalah bisnis masa depan, sempat ramai 3 dasa ‎warsa lalu, tahun 1990-an. Hal itu sejalan dengan ‎kesadaran komunitas masyarakat yang semakin ‎menanggapi secara positif terhadap dinamika ‎informasi. ‎

Di lain pihak, pemerintah pun sudah membuka ‎lahan “daerah kebebasan pers” di negeri ini. ‎Konsekuensi dari praktek pers bebas adalah ‎terjadinya perubahan tanggung-jawab, yang ‎semula cenderung ada pada sikap pemerintah, ‎sekarang beralih kepada masyarakat umum.‎

Menyoal urgensi komunikasi dan informasi bagi ‎kehidupan manusia, sekarang ini bukan hal aneh. Kita sudah-akan memasuki persiapan babak hoverboard, Virtual Reality (VR), artificial intelligence, teknologi 5G, dll.‎ Tentu saja, sejak lama, para ahli menerawangkan ‎bahwa “makhluk” itu menjadi kebutuhan utama ‎pada saatnya nanti. Alvin Toffler, futurolog ‎terkenal, menyebutnya bahwa era informasi ‎adalah tahapan terbaru, sebagai peradaban ketiga. ‎Yakni, masa yang akan menyudahi peradaban ‎gelombang kedua, era industri, menuju ‎kehidupan yang dikuasai oleh kekuatan ‎informatika. ‎

Belakangan ini tidak lagi pada ranah wacana, tapi ‎sudah masuk kebutuhan dan konsumsi sehari-‎hari. Bagaimana kita disibukan dan dipaksa ‎untuk ketergantungan pada dunia informasi, ‎sejak bangun dari tidur hingga tidur kembali.‎

Namun demikian, tidak semua manusia di bumi ‎ini menjadikan informasi menjadi segalanya. Ada ‎yang hanya alakadarnya. Bahkan ada yang belum ‎mengikutinya. Tetapi keperluan untuk ‎membangun format media, yang kalau bisa ‎memiliki keabadian terus menerus dalam ‎kehidupan, tentu sedang dipikirkan dan ‎dikembangkan berbagai pihak.‎

Sebagai sebuah kebutuhan yang teramat penting, ‎yang akan mempengaruhi seluruh aspek dan ‎dimensi kehidupan manusia, tidak bisa tidak ‎penguasaan dan pemanfaatan informasi yang ‎benar menjadi sebuah keharusan tersendiri bagi ‎penghuni planet bumi. Karenanya, amat ‎menuntut kesadaran penuh untuk penguasaan ‎informasi tersebut, di samping memiliki filter ‎normatif untuk menerima informasi yang ia ‎terima.‎

Kesadaran dan filterisasi terhadap (konten) ‎teknologi informatika, kendati masih terjadi ‎perbedaan antara satu pihak dengan pihak ‎lainnya, perlu juga diabadikan dalam komitmen ‎komunitas. ‎

Di negara kita, para tokoh moralis ‎merekomendasikan kepada masyarakat untuk ‎menghindari dari kecenderungan untuk ber-‎internet ria, dengan pensikapan yang ketat, ‎sebagai sebuah pensikapan kecurigaan. Seperti ‎menghindari hoax, misalnya.‎

Sementara, komitmen komunitas yang dimaksud ‎adalah bagaimana kita membangun saling ‎percaya antara anggota kelompok internal untuk ‎menampilkan performa institusi dalam rangka ‎membangun kesan dan opini publik yang baik. ‎Sebaliknya menghilangkan kecurigaan ‎berlebihan. Dengan bukti bahwa konten itu real ‎dan dapat dipertanggungjawabkan.‎

Tapi secara menyeluruh dalam terma dunia yang ‎lebih nyata, dan dalam institusi yang lebih ‎realistis, makna sebuah informasi sudah pasti ‎adanya kepentingan. Namun manajemen untuk ‎optimalisasi terkadang barang yang sulit ‎ditemukan. Acapkali kita hanya menjadi objek ‎penderita dari rebakan informasi yang terus ‎bergulir. Untuk itu, perlunya kesadaran ‎kolektivitas untuk mensikapi hal ini sebagai ‎kemestian. Setidaknya, kita mau turut ‎mengendalikan gerak informatika, agar tidak lagi ‎menjadi korban ketergilasan. Singkatnya, perlu ‎menjadi kusir pengendali laju opini.‎

Pengusungan sikap terhadap informasi, melalui ‎media (umum) sosial itu, diharapkan memiliki ‎fitur-fitur yang etis, akurat, terpercaya dan ‎berkarakter. Pengalaman yang sudah dilakukan ‎adanya media (warta, media informasi, majalah ‎dan website), dikaji dengan pertimbangan ‎kekurangan dan kelebihannya masing-masing. ‎

Bentuk real untuk menjadikan media sebagai ‎jembatan antara publik dengan kreator konten ‎melalui penerbitan sebuah media (broadcast, ‎media cetak, media sosial, dan lain-lain), selain ‎lebih populis juga membawa manfaat dan ‎maslahat. ‎

Sebagai target antara, setelah menyadari potensi ‎komunitas perseorangan dan kelembagaan, ‎lembaga publik harus mampu membangun media ‎yang lebih khas, spesifik, populis dan ‎bertanggung jawab. Selebihnya mandiri dari sisi ‎bisnis. ‎

Tinggal masalahnya siapa pelaku itu? Kalau ‎tidak setiap diri kita, siapa lagi?** ‎

Berkah bagi kita semua #ReganaPOIN #Teknologi #MansurAsyarie

1 komentar: