#Kenalan
Di kawasan Geopark Ciletuh-Palabuhanratu, yang kini menjadi anggota UGG (Unesco Global Geopark) terdapat beberapa kerajian tradisional dalam bidang pengembangan batik. Salah satu penghasil Batik unik, yang merupakan penggalian berupa aneka macam kekayaan lokal, adalah Batik Pajampangan.
Beberapa karya batik tradisional milik nama lengkap lembaga ini, Teras Batik Kaindra Pajampangan antara lain, berikut ini.





#Deskripsi Motif
Motif Teluk Ciletuh (Geopark)
Ciletuh mungkin saat ini sterkenal dengan udah populer di dunia. Selorohannya popularitasnya melampaui negaranya. Hehe. Seperti Bali dibanding Indonesia.
Sebab, Ciletuh sudah menjadi bagian dari Unesco Global Geopark (UGG), sejak pertengahan 2018 lalu.
Berkat anugrah bentang alam seputar Teluk Ciletuh, landscape yang membentang, menyerupai amfiteater raksasa, yang mirip seperti tapal kuda, menghadap langsung ke arah Samudera Hindia.
Kawasan ini dihiasi oleh aneka keindahan batuan purba, area air terjun, goa hingga pantai nan cantik.
Keunikan anugrah ini, oleh Batik Pajampangan, jauh sebelum isu geopark dihadirkan dalam lukisan lilin panas Motif Batik Pajampangan.
Motif ini menggambarkan simbol teluk, dilengkapi dengan spesies ikonik Indonesia penyu laut, dilengkapi dengan simbol alam, angkasa dan kehidupan air.[]
Motif Kueh Aci
Sebuah motif yang mendeskripsikan salah satu jenis kue klasik yang terbuat dari bahan aci (tepung singkong). Dengan paduan antara bentuk kue dengan hiasan daun singkong serta garis-garis mewakili pohon singkong.
Kue Aci salah satu produk unggulan yang merupakan jajanan, boleh dikata, khas Surade-Pajampangan.
Kue aci terbuat dari tepung tapioka, dengan campuran tertentu, yang dibuat secara manual dalam industri kecil skala rumah tangga, khususnya dilakukan oleh pengusaha di Surade. Bisa jadi kedepan dilakukan pengembangan dengan proses-proses mekanis pada industri menengah dan besar. Menjadi produk pabrikan.
Aci sangat dekat dengan kehidupan masyarakat pajampangan, sebagai pagan alternatif tradisional yang mampu menopang ketahanan pangan. Karena populasi tanaman ini masih dipertahankan, walau belum menjadi tanaman favorit.[]
Motif Kaulinan Budak
Tak dapat dipungkiri serta agak sulit dihindari, era globalisasi memberi pengaruh positif dan negatif pada kehidupan kita. Apalagi terhadap pola interaksi anak-anak yang memang rentan.
Alih-alih demi gengsi, terkadang kita memaksakan diri "eksodus" ke arah kebarat-baratan. Nyata, saat ini beberapa permainan tradisional di daerah, sangat jarang dimainkan oleh anak-anak milenial, generasi sekarang. Mereka lebih suka memainkan kaulinan digital, seperti game online.
Padahal, sejatinya dalam permainan tradisional sarat makna dan nasihat, yang terkandung di dalamnya. Kaulinan klasik warisan leluhur, mengajarkan berbagai hal seperti keteladanan, komunikasi, interaksi, kedisiplinan, toleransi, dan tanggungjawab, yang agak sulit ditemukan pada game digital.
Peduli akan hal ini, Batik Pajampangan mengangkat salah satu Motif Kaulinan Barudak, untuk mentransfer, memotivasi, mengabadikan warisan leluhur budaya bangsa.
Wajar saja kalau motif itu terdiri dari gambaran, simbol, dan aneka perlambang jenis kaulinan anak-anak di masa lalu seperti kuda-kudaan, ketepel, kasti, sondah, jujungkitan dan lain-lain.[]
Motif Teluh Jampang
Motif utama berupa perkakas golok. Ditambah dengan ukel dan aneka garis serta esen untuk menambah keindahan karya.
Batik Pajampangan memilih motif ini dalam rangka mengingat kembali eksistensi teluh yang menjadi legenda purba di tanah Jampang dan Ciwaru. Karena itu dianggap legenda utama di kawasan Sukabumi Selatan. Makanya, nama lengkap motif ini The Legend of Teluh Jampang.
Teluh Jampang diangkat menjadi komoditi industri awalnya melalui t-shirt, dengan segmen pasar anak muda milenial. Belakangan ini komoditi berkembang pada iket, sandal, tas, jaket, topi dan lain-lain.
Teluh dalam motif atau produk industri saat ini mentransformasikan dari image negatif menjadi positif, bahwa teluh bukan sekedar warisan budaya yang salah aksi, tapi perlu pengarahan nilai klasik semakin bermanfaat di masa kini.[]
Motif Angklung
Penampilan motif sebagai perpaduan random antara alat musik tradisional Priangan Angklung, bambu hitam dan aneka daun serta bagian dari bambu.
Inspirasi ini muncul karena pajampangan sebagai kawasan merupakan penghasil bambu yang cukup besar dengan kualitas yang sangat unggul.
Dalam penerapan sebagai budaya, pohon bambu digunakan sebagai alat musik tabuh, salah satunya. Angklung mewakili jenis seni musik dari jenis bambu.
Kabar lain, bahwa asal alat musik angklung Ujo yang telah menginisiasi melalui pembentukan Saung Ujo dalam hal menjaga kualitas angklung, ia selalu memilih asal bambu dari pajampangan.
Salah seorang pengrajin dan seniman angklung dari daerah Surade yaitu (Alm.) Yana. Kini dilanjutkan oleh ahli warisnya hingga kini.
Nah, prestasi Angklung dari Surade ini diabadikan dalam Motif Batik Angklung sebagai apresiasi terhadap torehan prestasi dari hasil bumi pajampangan berupa pohon bambu.[]
Motif Kopi Jampang
Gambar dominan tentu saja tanaman kopi. Hamparan daun dan buah kopi. Ilustrasi buah kopi yang terbelah dengan aneka variasi. Ditambah dengan esen pemanis garis antara daun dan buah.
Saat ini, kopi telah mengalami pergeseran budaya. Ngopi tidak sekedar untuk memenuhi kebutuhan sebagai jenis minuman, seolah berubah menjadi candu. Bahkan menjadi bagian dari gaya hidup.
Kopi Jampang terinspirasi oleh budaya menanam kopi yang kian menghilang di tanah pajampangan. Karena itu, motif ini memiliki pesan nilai konservasi, yakni bagaimana budidaya kopi yang ramah lingkungan hidup kembali.
Harapan pelestarian kopi tidak hanya masuk kepada para petani, tapi menembus relung bawah sadar setiap insan di dunia ini dengan masuk sebagai motif identitas batik.[]
#Deskripsi Motif (2)
Motif Ikan Layur dan Rembulan
Ikan Layur (Trichiurus lepturus) merupakan salah satu ikan komoditi yang amat populer di masyarakat terutama kalangan para nelayan di berbagai pantai Sukabumi: Minajaya, Ujunggenteng, Ciwaru-Palangpang dan Pelabuhanratu.
Karenanya, Layur mudah dijumpai di tempat penjualan ikan (TPI) di Indonesia. Selain diolah sebagai ikan asin, layur juga menjadi umpan pancing. Orang Jepang menyebutnya tachiuo dan memakannya mentah (sebagai sashimi) atau dibakar. Orang Korea menyebutnya galchi dan mengolahnya dengan digoreng atau dibakar. Ikan ini disukai karena dagingnya yang kenyal, tidak terlalu amis, tidak berminyak, serta mudah dilepas tulangnya.
Layur adalah ikan perairan laut yang mudah dikenal dari bentuknya yang panjang dan ramping.
Ukuran tubuh ikan ini dapat mencapai panjang 2 m, dengan berat maksimum tercatat 5 kg dan usia dapat mencapai 15 tahun. Kegemarannya pada siang hari berkeliaran di perairan dangkal dekat pantai yang kaya plankton krustasea. Pada waktu malam ikan ini mendekat ke dasar perairan.
Kegiatan penangkapan ikan layur di daerah Sukabumi pada umumnya menggunakan pancing khusus untuk ikan layur. Dan salah satu faktor yang mendukung keberhasilan penangkapan tersebut yaitu pengetahuan mengenai musim penangkapan ikan layur.
Ternyata berdasarkan hasil berbagai penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan indeks musim penangkapan diketahui pola musim ikan layur terdapat pada bulan Desember, Februari, Maret, April, Oktober dan November.
Hubungan antara pola hidup ikan dan musim tangkap inilah yang menarik diangkat menjadi motif batik, bahwa ikan yang populer tersebut ternyata menyimpan rahasia masa untuk mendapatkannya secara maksimal.
Masa pada bulan-bulan tersebut umunya dalam suasana gelap bulan, karena didominasi oleh musim penghujan, dimana bulan tidak dapat menampakkan dirinya secara jelas, akibat terhalang oleh awal atau cuaca hujan.
Aspek penggambaran motif terdiri dari gelombang air, gerakan ikan, rembulan, ikan layur, ukel tambahan untuk menambah suasana syahdu.***
Motif Batu Masigit Cigangsa
Banyak klaim tentang batu masigit di berbagai kawasan, terutama di daerah Sunda. Hingga kini tidak kurang batu masigit dikenal di daerah Palabuhanratu, Ciemas, Surade, Bayah, Tasikmalaya, Rancah-Ciamis, dll.
Sangat dipahami hal ini terjadi, mengingat kedekatan orang Sunda dengan sistem kepercayaan, yang menjadikan masigit (masjid dalam bahasa Sunda), sebagai tempat beribadah yang melekat dalam keseharian mereka.
Batu Masigit adalah ungkapan untuk menyebut sebuah tempat berupa hamparan (biasanya) batu yang dijadikan tempat untuk sholat (ibadah) orang Islam Pasundan. Jadilah istilah baru Batu Masigit untuk menyebut batuan (tempat) sholat tersebut sebagai penanda.
Terlepas dari fenomena yang terjadi, Batu Masigit Cigangsa, nampaknya berbeda dengan kaidah umum tadi. Bahwa Batu Masigit Cigangsa, justru menunjuk pada bentukan baru tumpukan berupa batu, yang disengaja (dibentuk) ataupun tidak (terjadi karena proses alami) berupa kepundan, terdiri dari susunan batu seperti tugu.
Batu Masigit Cigangsa kini menjadi sub dari kawasan wisata Air Terjun Batu Suhunan Cigangsa. Kawasan ini kabarnya memiliki sejarah kuat dengan bangsa Indonesia pada masa penjajahan Belanda. Air terjun ini menjadi sebuah lokasi persembunyian para pejuang bangsa Indonesia dari daerah tersebut, untuk menghadapi para penjajah. Jejak peran ini tertumpu pada sosok Eyang Santri Dalem Cigangsa, yang petilasannya masih utuh sekitar kawasan itu.
Batu Masigit ini menjadi bukti kuatnya kelengkapan sistem kepercayaan masyarakat setempat dengan pola kehidupan masyarakat sekitar sebagai petani yang memanfaatkan air untuk keperluan pengairan lahan persawahan dan kebutuhan sehari-hari.
Batu Masigit juga menjadi bagian dari bukti arkeologis kehidupan keagamaan masyarakat setempat yang mulai mapan. Kemapanannya tergambar dari susunan batu yang bertumpangan membentuk semacam tugu, dengan pola lancip menandakan spritualitas tinggi, dari duniawi menuju ukhrowi. Kehidupan kasat mata menuju keridloan Sang Khalik.***
Motif Sri Pohaci
Dewi Sri, Dewi Shri (Bahasa Jawa), Nyai Pohaci Sanghyang Asri (Bahasa Sunda), Sangiang Serri (Bugis), adalah sosok penggambaran dari dewi pertanian, dewi padi dan sawah, serta dewi kesuburan di pulau Jawa dan Bali.
Sosok itu banyak dipercaya sebagai dewi yang menguasai ranah tanah. Perannya mencakup segala aspek, mulai dari mengendalikan bahan makanan di bumi, terutama padi, sebagai bahan makanan pokok masyarakat Sunda dan Indonesia. Walaupun sebatas mitos, tetapi ini menjadi sistem yang melekat pada kehidupan masyarakat, hingga pengendalian kesuburan tanaman.
Dalam mitologi, penggambaran sosok Dewi Sri yang mendapat anugrah berupa kecantikan yang luar biasa, hingga mengalahkan semua bidadari dan para dewi khayangan. Konon, Batara Guru (dewa khayangan) sendiri pun terpikat kepada Pohaci.
Ini menimbulkan kekhawatiran tersendiri di kalangan para dewa, lantas para dewa pun berunding mengatur siasat untuk memisahkan Batara Guru dan Nyi Pohaci Sanghyang Sri. Dengan kesepakatan melenyapkan Sri.
Para dewa mengumpulkan segala macam racun berbisa paling mematikan dan segera membubuhkannya pada minuman sang putri. Nyi Pohaci pun mati keracunan. Dan dikuburkan di bumi pada tempat yang sangat rahasia.
Akan tetapi sesuatu yang ajaib terjadi, karena kesucian dan kebaikan budi sang Dewi, maka dari dalam kuburannya muncul beraneka tumbuhan yang sangat berguna bagi umat manusia. Antara lain disebutkan muncul pohon kelapa, aneka sayur-mayur, berbagai bunga, buah-buahan, hingga kayu-kayuan, serta aneka tumbuhan lainnya.
Apapun mitologi yang berkembang, dalam versi pemahaman yang universal bahwa kemakmuran berupa ketahanan pangan adalah sesuatu yang patut disyukuri sebagai anugrah Tuhan, oleh segenap makhluk hidup di dunia ini.
Kaidah umum yang dapat dipetik dari mitologi tersebut, bahwa sistem ketahanan pangan akan bertahan dengan baik, apabila kita mampu menerapkan sistem terbaik untuk menjaga aneka sumber daya alam, khususnya tanaman pangan yang dekat dengan masyarakat. Disamping penghormatan dan penjagaan nilai-nilai keseimbangan antara sosial dan lingkungan.
Sosok Dewi Sri Pohaci adalah hanya personifikasi dari sistem ketahanan pangan yang ada pada masyarakat dengan bahasa sederhana. Nilai terpentingnya adalah penciptaan dan penjagaan sistem ketahanan tersebut agar dapat terus mensejahterkan masyarakat.
Personifikasi ini menjadi unik dalam sistem kemasyarakatan kita, maka hal ini menjadi salah satu rujukan untuk dipatrikan dalam salah satu motif batik pajampangan. Berbagai simbol dilukiskan menjadi akumulasi sosok Dewi Sri Pohaci serta latar kehidupannya.***
Motif Kampung Adat
Kampung adat secara sederhana dimaksudkan untuk menyebut suatu lingkungan masyarakat yang memiliki dan juga masih mempertahankan adat istiadat, hukum, dan aturan yang telah ditetapkan oleh leluhur kampung tersebut.
Kampung adat dalam pengaturan pemerintah dilakukan penanganan dan pengelolaan tersendiri, diawali dengan penetapan pemerintah berada pada wilayah desa yang dikategorikan sebagai Desa Adat.
Secara umum, kampung adat berada di daerah pedalaman dan terpencil, namun itu bukan ukuran utama. Prinsip utamanya adalah pendekatan nilai, yakni masyarakat yang masih memegang teguh adat istiadat yang berlaku.
Terdapat banyak kampung adat yang dikenal di Jawa Barat. Setidaknya ada 8 kampung adat yang sudah diakui keberadannya hingga kini, yaitu: Kampung Cikondang (Kab. Bandung), Kampung Mahmud (Kab. Bandung), Kampung Urug (Bogor), Kampung Pulo (Garut), Kampung Naga (Tasikmalaya), Kampung Kuta (Ciamis), Kampung Dukuh (Garut), dan Ciptagelar (Kab. Sukabumi).
Banyak hal dapat dibedakan pada sebuah kampung adat. Meliputi sistem sosial, budaya, politik, agama dan lain sebagainya. Umpama, tata kelola lahan, pertanian, sosial-kemasyarakatan, kepemimpinan, dan lain-lain masih turut manut pada aturan lokal mereka.
Dalam hal lain, misalnya tentang tempat tinggal, bangunan rumah yang berjajar pada kemiringan, bertingkat seperti terasering. Sistem pangan terdapat cadangan dalam bentuk Leuit atau lumbung padi, bagi warga Kampung Adat, merupakan lambang kemakmuran dan kekayaan pemiliknya. Semakin banyak leuit, makin makmur dan kaya juga pemiliknya.
Leuit ialah tempat menyimpan persediaan beras bagi masyarakat yang tinggal di kampung adat. Bentuknya mirip rumah panggung mini berbahan kayu, lengkap dengan atap yang terbuat dari ijuk atau daun kirai.
Kampung adat terdekat di Sukabumi, tinggal di sebuah desa yang berada di kawasan pedalaman Gunung Halimun-Salak yang merupakan bagian dari kawasan Taman Nasional Gunung Halimun dan Gunung Salak yang bernama Kampung Gede Kasepuhan Cipta Gelar dan dikelilingi oleh gunung lainnya seperti Gunung Surandil, Gunung Karancang, dan Gunung Kendeng.
Kampung Ciptagelar berada di wilayah Kampung Sukamulya, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Wilayahnya meliputi Kabupaten Lebak, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Sukabumi.
Kampung ini disebut Kasepuhan, karena desa ini memiliki model kepemimpinan yang berasal dari adat dan kebiasaan orang tua atau sesepuh.
Kata kasepuhan sendiri berasal dari kata sepuh dengan awalan 'ka-' dan akhiran '-an' yang dalam bahasa Sunda berarti 'kolot' atau 'tua'. Secara harafiah, kasepuhan dapat diartikan sebagai tempat tinggal sesepuh atau mereka yang dituakan.
Kasepuhan ini telah mengalami beberapa kali perpindahan desa pusat pemerintahan yang disebut Kampung Gede karena masih menjalankan tradisi berpindah tempat berdasarkan perintah leluhur (wangsit) yang diterima para leluhur (karuhun).
Masyarakat di Kasepuhan Ciptagelar percaya manusia bertugas untuk menjaga dan memelihara keseimbangan alam, karena keteraturan dan keseimbangan alam semesta merupakan sesuatu yang mutlak. Adanya malapetaka atau bencana adalah akibat keseimbangan dan keteraturan alam yang terganggu.
Upaya penjagaan keseimbangan antara kehidupan masyarakat dan lingkungan ini menarik untuk dijadikan sebuah kaidah kehidupan universal, bahwa adat bagian dari aturan yang wajib dihormati. Itulah warisan budaya leluhur bangsa. Warisan ini menjadi amat bernilai dalam tata kelola kehidupan manusia.
Terutama prinsip-prinsip kehidupannya. Terlepas apakah mau mengadopsi kemajuan atau teknologi ataupun tidak. Nilai tetap berlaku universal.
Melalui batik, dalam goresan perwakilan unsur kehidupan di kampung adat, seperti leuit, tata pertanian dan lainnya, diharapkan membuka kesadaran masyarakat umum bahwa nilai-nilai kehidupan itu tetap berlaku.***
Motif Batik Tulis - Penyu Hijau Laut Ciletuh
Ide motif ini berasal dari kekahwatiran yang terjadi bahwa hampir setiap tahun, diperkiarakan ribuan penyu hijau terperangkap dalam jaring penangkap para nelayan. Sebagaimana diberitakan beberapa media, idntimes.com salah satunya.
Sementara, Penyu tersebut merupakan reptil yang sudah jarang, maka kekhawatiran musnahnya hewan yang bernafas dengan paru-paru itu, menjadi alasan untuk terus dijaga keberadaannya.
Secara fisik, penyu hijau memiliki warna kuning kehijauan atau coklat hitam gelap. Cangkangnya bulat telur bila dilihat dari atas dan kepalanya relatif kecil dan tumpul. Ukuran panjang adalah antara 80 hingga 150 cm dan beratnya dapat mencapai 132 kg.
Usia untuk kematangan seksualnya tidak pasti. Sampai saat ini diperkirakan 45-50 tahun. Penyu hijau betina bermigrasi dalam wilayah yang luas, antara kawasan mencari makan dan bertelur, tetapi cenderung untuk mengikuti garis pantai dibandingkan menyeberangi lautan terbuka.
Penyu ini sangat jarang ditemui di perairan beriklim sedang, tapi sangat banyak tersebar di wilayah tropis dekat dengan pesisir benua dan sekitar kepulauan.
Populasi dan distribusi penyu ini terdapat di kawasan pesisir Afrika, India, dan Asia Tenggara, serta sepanjang garis pantai pesisir Australia dan Kepulauan Pasifik Selatan terdapat sejumlah kawasan peneluran dan kawasan pencarian makan penting bagi penyu hijau. Mereka juga dapat ditemukan di Mediterania dan terkadang di kawasan utara hingga perairan pesisir Inggris.
Penyu laut ini dapat mengeluarkan lebih dari 150 telur per sarang dan bertelur beberapa kali selama musimnya, namun ancaman dari pemangsa dan manusia tetap menjadi persoalan hingga kini.
Sebagai upaya menjaga eksistensi penyu ini, setiap tanggal 23 Mei, diperingati sebagai World Turtle Day atau Hari Penyu Sedunia. Diprakarsai oleh American Tortise Rescue, Hari Penyu Sedunia diselenggarakan sejak tahun 2000 untuk mengingatkan kembali bahwa spesies ini sangat terancam punah dan semua orang harus ambil bagian untuk menyelamatkannya.
Untuk Indonesia tentang penyu sebetulnya istimewa. Sebab, enam dari tujuh spesies penyu yang tersisa di dunia ada di Indonesia. Keenam spesies penyu yang ada di Indonesia antara lain penyu belimbing (Dermochelis coriacea), penyu hijau (Chelonia mydas), penyu tempayan (Caretta caretta), penyu pipih (Natator depressa), penyu sisik (Eretmochelys imbricate), dan penyu lekang (Lepidochelys olivacea).
Secara khusus, populasi hewan penyu hijau (Chelonia Mydas) di Pantai Pangumbahan, Sukabumi, Jawa Barat, kian menipis. Pada 2016, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah memerintahkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kabupaten Sukabumi untuk gotong royong menyelamatkan populasi penyu hijau. Dilansir oleh kompas.com.
Terungkap, beberapa alasan yang menjadi penyebab menipisnya populasi penyu hijau di Pantai Pangumbahan. Mulai dari ketidakpahaman masyarakat sekitar terhadap cara pelestarian penyu, sampai dengan penjualan telur penyu hijau secara ilegal.
Menurut data yang dikelola Konservasi Penyu Satuan Pelayanan Taman Pesisir Penyu Pantai Pangumbahan, penyu hijau di daerah tersebut kian menurun dalam perhitungan Desember 2018 dan awal tahun 2019.
Pada Desember 2018, terdapat 344 ekor dari 560 ekor penyu hijau yang mendarat dan bertelur. Dari jumlah tersebut, penyu hijau menghasilkan sebanyak 28.500 butir telur.
Penurunan terjadi pada Januari 2019, di mana terdapat 25 dari 33 ekor penyu yang mendarat dan bertelur. Jumlah telur yang dihasilkan sebanyak 2.014 butir. Sementara dalam data terakhir, yakni pada Februari 2019, terdapat 9 dari 13 ekor penyu yang mendarat dan bertelur. Pada saat itu, penyu hijau hanya berhasil menghasilkan 793 butir telur.
Perhatian tentang itu seperti juga mengusik Menteri KKP Susi Pudjiastuti (saat itu) dengan menetapkan Kawasan Pantai Pangumbahan sebagai kawasan konservasi, pada 5 Februari 2016, bahwa penetapan menteri itu, Pantai Pangumbahan tercatat memiliki teritorial seluas 2.706 hektar. Tak hanya itu, Menteri Susi juga menetapkan bahwa Pemprov Jabar dan Pemkab Sukabumi menjadi daerah yang bertanggung jawab mengontrol konservasi penyu hijau di sana.
Batik Pajampangan senada dengan upaya konservasi terhadap penyu, lantas menuangkan ide dasar penyu dalam salah satu motifnya. Tak lupa untuk memberi warna lebih spesifik motif juga dihiasi oleh aneka esen dan goresan pinggir mengadaptasi lingkungan sekitarnya serta keunggulan khas penyu, yaitu:
1. Penyu hewan purba yang bertahan.
2. Penyu termasuk reptil tercepat di dunia.
3. Penyu sebagai reptil terbesar.
4. Penyu memiliki alat lacak di tubuhnya.
5. Penyu pemakan ubur-ubur dan vegetarian.
6. Jenis kelamin penyu bergantung suhu.
7. Tukik menghadapi ancaman dari predator dan sangat keranjingan berenang.
8. Penyu dapat berkomunikasi dengan penyu lainnya.
Secara khusus 8 keunikan tersebut dituangkan secara akumulatif dalam lingkaran penyu besar pada motifnya.*
Motif Batik Tulis - Karang Bolong
Karang Bolong adalah istilah yang dipergunakan oleh masyarakat lokal untuk menyebut jenis batu keras yang berlubang. Dalam bahasa Sunda “karang” sebutan untuk jenis batuan amat keras semacam batu andesit. Bolong artinya berlubang.
Karang Bolong pada pemaknaan umum di masyarakat Surade dan sekitarnya adalah untuk menyebut sebuah kawasan khusus di belahan utara-timur wilayah kecamatan Surade. Berbatasan langsung dengan Samudra Indonesia (laut) dan dengan Kecamatan Cibitung (daratan).
Secara administratif karang Bolong masuk ke Desa Sukatani Kecamatan Surade. Sebuah Desa baru, pecahan dari Desa Cipeundeuy, sebelumnya. Desa ini merupakan tipikal penamaan dalam era pembangunan, Sukatani (alias senang bertani).
Beberapa karakter lokal maupun kultural menguatkan Karang Bolong, baik sebagai kawasan maupun istilah memiliki makna khusus, antara lain: berada di ujung daratan, artinya sebagai daerah pantai. Lanskap Karang Bolong indah dipandang. Seindah pantai yang dihiasi ombak laut dengan tingkat keganasan tersendiri.
Untuk menembus lokasi Karang Bolong, masyarakat harus menembus hutan yang lebat (pada zaman dulu) dengan jalan terjal dan meliuk-liuk. Belakangan ini hutan tersebut sudah dikelola oleh perhutani menjadi kawasan hutan produksi. Sehingga saling berbagi, makanya jalan aksesnya hingga kini terus diperbaiki.
Pantai Karang Bolong tentu menjadi salah satu tempat yang banyak diburu para pelancong. Karena potensi pasir hitam dengan kandungan batu mulia. Tak heran, banyak aktivitas mengais rezeki oleh masyarakat setempat, dengan cara men-deplang (dulang) emas. Lantas, belakangan ini masuk sebagai calon kawasan yang didelinasi untuk menjadi kawasan lindung oleh pemerintah.
Pada sisi budaya, Karang Bolong merupakan tempat yang terkenal dekat dengan hal-hal mistis. Icon utama karang Bolong sebenarnya bersentuhan dengan ini. Bukti kuatnya hingga kini masih bertahan pasarean (tempat berziarah) Karang Bolong, yang banyak dikunjungi wisatawan religi dari luar kota.
Alasan Karang Bolong diangkat menjadi salah satu motif pilihan batik tulis oleh Teras Batik Kaindra Pajampangan, antara lain karena makna mendalam keterpaduan antara potensi lokal, kultural dan spiritual. Ini menjadi sesuatu yang penting untuk diabadikan. Tentu masih terdapat pemaknaan dan sudut pandang lain terhadap kawasan ini.
Mewakili kekayaan makna dan nilai kawasan tersebut, beberapa simbol gambar antara sawah, batuan, pantai, hutan dan flora dan fauna setempat, menjadi aspek penggambaran dalam motif ini. Tentu dimaksudkan untuk merujuk pada penerjemahan antara tiga hal utama tadi: lokal, kultural dan spiritual.***
Sumber : link tentang Batik Pajampangan :
- https://www.bukalapak.com/p/fashion-wanita/bahan-kain/f8ldu7-jual-batik-pajampangan-motiv-the-legend-of-teluh-jampang
- http://tz.ucweb.com/ck54S
- http://tz.ucweb.com/jI9v0
- http://tz.ucweb.com/jI9va
- http://tz.ucweb.com/jI9vu
- http://tz.ucweb.com/cgRzQ
- https://www.instasaver.org/hashtag/batikpajampangan
- https://mansurasyarie.wordpress.com/batik-jampang/
- https://www.facebook.com/batik.pajampangan
- tofo.me/batikpajampangan
- https://mansurasyarie.wordpress.com/2020/06/19/daya-saing-tinggi-tantangan-tersendiri-bagi-pengrajin-batik/
- https://mansurasyarie.wordpress.com/2020/06/19/saat-covid-19-kerajinan-batik-semakin-terasing/
- https://mansurasyarie.wordpress.com/2019/07/27/teras-batik-kainda-pajampangan-batik-identitas-dengan-ide-tak-terbatas/
- https://mansurasyarie.wordpress.com/2018/09/21/melukis-batik-pada-dinding/
- https://mansurasyarie.wordpress.com/2019/11/17/keunikan-situs-batu-masigit-cigangsa-sukabumi/
- https://www.rancah.com/berita-opini/71561/pengrajin-siapkan-energi-lebih-untuk-hadapi-tantangan/
- https://www.rancah.id/berita-opini/87295/motif-unik-batik-sukabumi-apresiasi-terhadap-penyu-yang-terancam-punah/
mohon izin kang saya gunakan deskripsinya untuk materi kuliah saya ya
BalasHapus