#Wirausaha
Ibu-ibu rumah tangga relatif memiliki keluangan waktu yang lebih banyak di rumah, dibandingkan dengan bapak-bapak kepala rumah tangga, yang melakukan aktivitas kerja profesional ataupun pengusaha.
Ibu-ibu dengan kondisi hanya fokus mengurusi rumah tangga, tentu saja banyak menghabiskan waktu di rumah masing-masing. Amat berbeda dengan ibu-ibu yang turut terlibat mengembangkan karir sebagai pegawai, misalnya.
Karena itu, ibu-ibu rumah tangga lebih banyak waktu luang bersama keluarga di rumah, untuk diisi oleh aktivitas pemenuhan produk kebutuhan rumahan, sekaligus dijadikan peluang usaha rumahan sebagai kreativitas usaha tambahan, selebihnya dari kebutuhan sendiri.
Pilihan jenis usaha dan garapannya juga dapat dilakukan penyesuaian dengan kebutuhan rutin atau kebutuhan yang langsung dirasakan oleh mereka, sebagai ibu rumah tangga. Misalnya kueh-kueh lebaran, cemilan, makanan kering, atau mungkin makanan pokok, gak masalah. Ini sekaligus semacam survei untuk menjawab kebutuhan pasar.
Dalam pelaksanaan usahanya pun dapat melakukan sharing dengan sesama ibu-ibu rumah tangga yang lain, baik pengembangan kelompok usaha, penyerapan tenaga kerja, pemasaran produk, dan melakukan pemilihan jaringan usaha.
Dan uniknya, ibu-ibu dapat melakukan saling menunjang komoditi usaha masing-masing yang saling mereka butuhkan, di antara kebutuhan keluarga yang beraneka ragam. Sebagai contoh ibu A membuat kue A, ibu B membuat kue B, dan selanjutnya. Namun fokus pada satu jenis saja, yang dianggap paling dikuasai dan sesuai minat masing-masing. Lalu, mereka saling memenuhi kebutuhan antara mereka dari sesama.
Ada sejumlah catatan untuk pembangunan usaha dalam kelompok ini, misalnya melakukan komitmen yang secara bersama-sama dilakukan untuk maju bersama. Komitmen saling percaya, pertemuan rutin berkala sebagai wahana curah gagasan, pengkoordinasian yang baik, serta saling memajukan.
Pada saatnya, tatkala tiap kelompok maju berkembang, akan membawa pada situasi skala lain yang lebih luas. Misalnya, dapat memajukan kampung, pemukiman, kompleks perumahan, desa, kecamatan, dan daerah mereka. Atau ukuran lainnya. Sehingga terwujud, misalnya kampung pengusaha kueh A, atau lain sebagainya.
Komitmen juga harus diupayakan solid, untuk memajukan produk IRT yang bermutu dan berdaya saing tinggi. Hal ini, otomatis akan mampu mengangkat harum nama kelompok mereka. Sekaligus menjadi alasan perlunya pendampingan oleh pemerintah, pada kemudian hari.
Dengan demikian, maka berbagai program pemerintah untuk pemberdayaan sosial, tidak mesti diminta lagi, akan berjalan otomatis. Mereka (pihak berwenang) akan memperhatikannya, apabila hal-hal pencapaian prestasi pemberdayaan IRT lokal sudah terbentuk. Bahkan, jangan heran, acapkali dijadikan sebagai kebanggaan daerah tersebut, oleh semua komponen masyarakat.***